Tipisnya Perbedaan DBD dan Corona, Salah Claim Bisa Fatal
Menurut sebuah laporan yang diterbitkan di Singapura, ada dua contoh kasus yang menggambarkan kesalahan diagnosis COVID-19 terhadap demam berdarah. Di Indonesia, artis ibu kota Andrea Bimo, yang positif terinfeksi COVID-19, sebelumnya telah menerima perawatan di rumah sakit dengan diagnosis awal demam berdarah.
Mengapa DBD dan korona dianggap serupa?
Infeksi virus dengue dan corona sulit dibedakan karena mereka memiliki fitur klinis dan laboratorium yang serupa. Misalnya, seorang pasien di Singapura menunjukkan gejala yang mirip dengan gejala DBD, seperti:
- Demam
- Batuk
- Nilai trombosit rendah
- Nilai leukosit rendah
Dia tidak memiliki riwayat bepergian ke luar negeri dan tidak merasa pernah berhubungan dengan orang yang positif COVID-19. Kemudian, pemeriksaan X-ray juga menunjukkan hasil yang baik. Setelah itu, dokter memeriksanya dengan melakukan tes cepat untuk DBD dan hasilnya positif. Akhirnya, dokter memutuskan untuk mendiagnosis kondisinya sebagai DBD. Namun, setelah beberapa hari perawatan, pasien tidak pernah membaik dan malah mengalami gejala tambahan, yaitu sesak napas. Setelah sinar X berulang, dokter memutuskan untuk melakukan swab pada pasien. Hasilnya, ternyata pasien positif COVID-19.
Laporan yang tidak jauh berbeda juga terjadi pada pasien kedua di Singapura. Bedanya, gejala yang ia alami juga ditambah dengan kelemahan, nyeri otot, dan diare. Karena kondisinya tidak membaik setelah dirawat karena DBD, dokter memutuskan untuk melakukan pemeriksaan tambahan, termasuk swab untuk korona dan ternyata, hasilnya positif untuk COVID-19. Kesalahan diagnosis dari dua pasien ini, yang dirujuk dalam laporan, adalah karena hasil positif palsu atau positif palsu selama tes DBD cepat. Oleh karena itu, lebih baik jika memenuhi kriteria, pasien menduga DBD juga menjalani tes COVID-19 untuk mendapatkan diagnosis yang lebih pasti.
Lalu, apa perbedaan antara infeksi DBD dan virus korona?
Meski serupa, ada beberapa hal yang bisa dijadikan pembeda antara DBD dan korona, yaitu:
1. Gejala
Secara klinis, gejala infeksi DBD dan COVID-19 tidak jauh berbeda. Namun, ada beberapa hal yang menjadi ciri khas gejala demam berdarah yang sejauh ini belum ditemukan pada pasien dengan COVID-19, yaitu munculnya bintik-bintik merah yang biasanya muncul pada hari kedua hingga kelima setelah tubuh mulai demam. Pada beberapa orang, DBD juga dapat memicu perdarahan ringan seperti mimisan, gusi berdarah, dan mudah memar.
2. Mekanisme diseminasi
Meskipun keduanya berasal dari virus, penularan DBD dan virus korona berbeda. Seperti kita ketahui, DBD ditularkan melalui nyamuk. Sementara itu, virus korona ditularkan melalui tetesan atau percikan air liur penderita.
3. Inspeksi
Pemeriksaan DBD komprehensif biasanya disertai dengan hitung darah lengkap. Sementara itu pada COVID-19, pemeriksaan spesimen darah biasanya hanya dilakukan selama tes cepat menggunakan antibodi. Untuk infeksi virus korona, pemeriksaan yang paling akurat adalah dengan mengambil sampel melalui tes swab dari hidung dan tenggorokan yang kemudian diperiksa dengan menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR).
4. Cara pencegahan
Berlatih menjaga jarak fisik atau menjaga jarak antara orang-orang sangat penting untuk mencegah penyebaran COVID-19. Sebab, tetesan yang keluar dari tubuh pasien positif, masih bisa jatuh ke permukaan di dekatnya. Selain itu, rajin mencuci tangan dan tidak menyentuh wajah juga bisa sangat mengurangi penularan virus korona. Sementara itu pada demam berdarah, cara paling efektif untuk mencegahnya adalah memutus siklus hidup nyamuk, sebagai pembawa virus. Menjaga kebersihan lingkungan dengan menutup rapat tempat yang dapat menampung air, mengalirkan bak, dan mendaur ulang wadah yang dapat menampung air dianggap efektif untuk mencegah DBD. Sementara itu, untuk pengobatan DBD dan COVID-19 sendiri tidak jauh berbeda. Sejauh ini, tidak ada obat yang benar-benar dianggap efektif untuk menangani infeksi virus korona. Begitu juga dengan pengobatan untuk DBD.